Bismillah.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, seorang muslim memiliki tujuan hidup yang jelas di alam dunia ini. Yaitu untuk mewujudkan nilai-nilai ibadah kepada Allah dan melakukan amal-amal yang terbaik. Hidup di dunia bukan untuk kesia-siaan. Hidup ini adalah ujian dari Allah kepada kita; apakah kita termasuk orang yang mensyukuri nikmat Allah, atau justru mengingkarinya.
Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56). Para ulama tafsir menjelaskan bahwa yang dimaksud beribadah di dalam ayat ini adalah bertauhid. Artinya, ibadah yang kita lakukan harus dimurnikan untuk Allah semata. Tidak boleh menujukan ibadah kepada selain-Nya; siapa pun atau apa pun bentuknya. Karena ibadah adalah hak Allah; hanya Allah yang berhak menerimanya.
Allah berfirman (yang artinya), “[Allah] Yang telah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian; siapakah diantara kalian yang terbaik amalnya.” (al-Mulk : 2). Para ulama kita menerangkan bahwa amal yang terbaik adalah yang paling murni untuk Allah dan paling sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kedua hal ini harus terpenuhi dalam setiap amalan; ikhlas dan mengikuti tuntunan. Amal itu dikatakan ikhlas apabila dikerjakan karena Allah dan demi mendapatkan pahala dari-Nya, bukan karena menginginkan pujian dari manusia, apalagi ditujukan kepada sesembahan selain-Nya.
Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih, dan janganlah dia mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Kahfi : 110). Amal salih adalah amal yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya. Amal sebesar atau sebanyak apapun tidak akan diterima jika disertai dengan syirik kepada-Nya. Hal ini telah ditegaskan oleh Allah dalam ayat (yang artinya), “Dan seandainya mereka berbuat syirik pasti akan lenyap semua amal yang dahulu pernah mereka kerjakan.” (al-An’aam : 88)
Orang musyrik bukanlah orang yang mengingkari adanya Allah, bahkan mereka meyakini Allah sebagai pencipta dan pengatur alam. Akan tetapi mereka menujukan ibadahnya bukan kepada Allah semata, mereka juga beribadah kepada selain-Nya. Oleh sebab itu setiap perintah beribadah kepada Allah senantiasa disyaratkan dengan larangan menyembah kepada selain-Nya. Sebagaimana misalnya dalam ayat (yang artinya), “Dan sembahlah Allah, dan janganlah kalian mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (an-Nisaa’ : 36)
Dengan demikian, tauhid yang menjadi tujuan penciptaan kita bukanlah semata-mata pengakuan bahwa Allah pencipta alam atau pemberi rezeki dan lain sebagainya. Lebih daripada itu, tauhid yang menjadi tujuan hidup kita itu adalah yang biasa disebut oleh para ulama dengan istilah tauhid ibadah atau tauhid uluhiyah. Yaitu mengesakan Allah dalam beribadah; menujukan ibadah kepada Allah semata dan meninggalkan segala sesembahan selain-Nya. Inilah materi utama yang akan dibahas dan diuraikan secara lebih dalam melalui pembahasan Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad at-Tamimi rahimahullah. Sebuah kitab yang telah mendapatkan rekomendasi dari para ulama akidah di masa kini untuk dipelajari bagi para penimba ilmu secara khusus maupun kaum muslimin secara umum.
Telah banyak keterangan yang diberikan para ulama terhadap kandungan kitab yang agung ini. Diantara ulama besar masa kini yang mengkaji Kitab Tauhid ini adalah : Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah, dan para ulama besar yang lainnya. Oleh sebab itu menjadi kebutuhan bagi para penimba ilmu untuk meniti jejak mereka dan menggali faidah berharga dari kitab ini, seraya mengharapkan taufik dari Allah agar mencurahkan kepada kita ilmu yang bermanfaat. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Penyusun : Redaksi al-mubarok.com